Batik yang selalu diidentikkan
dengan Jawa ternyata juga dimiliki oleh Betawi. Batik Betawi memiliki ciri
berbeda dari batik khas daerah lain, yakni warna mencolok dan bentuk motifnya.
Dan ternyata, Jakarta tempo dulu ramai dengan tempat usaha pembuatan batik yang
dimiliki oleh orang-orang asli Betawi. Bahkan, koperasi batik di Indonesia
pertamakali bukan berdiri di Solo atau daerah Jawa, melainkan justru di
Jakarta.
Merah, hijau, oranye, dan kuning
adalah warna-warna cerah yang umum digunakan dalam batik Betawi. Sedangkan
untuk motifnya seringkali melambangkan potret kehidupan sehari-hari serta
dipengaruhi oleh budaya Arab, India, Belanda, dan Cina. Secara umum, awalnya
batik ini terbagi menjadi lima jenis motif, yakni ondel-ondel, nusa kelapa,
ciliwung, rasamala, dan salakanegara yang memiliki asal-usulnya masing-masing.
Batik Betawi motif ondel-ondel
misalnya, mengangkat figur ondel-ondel yang konon digunakan untuk menolak bala.
Diharapkan dengan memakainya, si pemakai akan terhindar dari bala. Sedangkan
motif nusa kelapa diinspirasikan dari peta Ceila buatan Pangeran Panembong pada
masa Prabu Siliwangi (1482-1521) yang menyebutkan bahwa Jakarta dulunya dinamai
Nusa Kelapa oleh para leluhur Betawi. Sementara batik motif ciliwung berasal
dari kehidupan masyarakat di tepian Sungai Ciliwung, dimana para penjajah
Portugis dan Belanda begitu tertarik dengan sungai ini dan bermaksud
menguasainya. Sesuai sejarahnya, orang yang memakai batik motif ciliwung ini
diharapkan dapat menjadi pusat daya tarik dan sebagai simbol rejeki yang terus
mengalir bak aliran sungai.
Selain motif-motif batik yang
diinspirasikan dari peristiwa-peristiwa besar, batik Betawi juga memiliki motif
dengan elemen-elemen yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari seperti
burung hong, kembang mayang, naga, lereng parang barong ceplok barongsai,
tanjidor, gambang kromong, serta gigi buaya berupa tumpal segitiga. Tumpal
yakni bentuk motif geometris segitiga berbaris yang memagar mengelilingi bagian
depan atau badan kain. Pada saat kain dikenakan, tumpal harus ada di bagian
depan.
Jaman dulu, tempat usaha pembuatan
batik berkembang subur di tanah Betawi. Karet Tengsin, Palmerah, Kebon Kacang,
dan Bendungan Hilir merupakan daerah-daerah perbatikan yang populer. Pada masa
itu, proses pembatikan dilakukan di rumah-rumah penduduk. Karena industri batik
yang berkembang pesat ini pula di Jakarta pernah didirikan koperasi batik.
Sayangnya masa demi masa, produksi kain batik Betawi kian menyusut. Hal ini
disebabkan karena semakin tingginya nilai tanah di Jakarta membuat daerah
perbatikan ini tergusur oleh gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Selain
itu, perhatian terhadap lingkungan hidup yang semakin besar membuat para
produsen batik rumahan ini harus memindahkan proses produksinya ke Tangerang.
Namun untungnya usaha-usaha untuk
melestarikan batik Betawi segara dilakukan. Salah satu usaha awalnya adalah
dengan penetapan kain yang dipakai None Jakarta pada sekitar tahun 1970 oleh
Gubernur Ali Sadikin. Kain tersebut merupakan kain yang bermotif tumpal atau
pucuk rebung yang dipadankan dengan kebaya panjang khas Betawi. Motif ini
dipilih karena kepopulerannya dan hingga kini terus dikenakan None Jakarta
serta dikenal sebagai motif batik Betawi.
Kini, para masyarakat yang peduli
dengan kelestarian batik Betawi pun semakin gencar dalam menyelamatkan batik
Betawi dari kepunahan. Para pembatik Betawi terus mengembangkan motif-motif
yang ada dan berhasil menciptakan puluhan motif batik Betawi modern. Terdapat 24 motif batik Betawi sarat corak flora dan
fauna khas Betawi yang tinggal menunggu pengesahan dan penetapan Gubernur DKI
Jakarta.